Suaramediajabar.com – Jakarta, Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang menetapkan aturan baru mengenai tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Aturan ini mencakup penetapan tarif PPN sebesar 12 persen yang khusus dikenakan terhadap barang-barang mewah. Ketentuan ini merujuk pada Pasal 2 Ayat 2 dan 3 dari PMK tersebut, yang mendefinisikan barang mewah sebagai kendaraan bermotor serta barang lain yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Dalam peraturan terbaru ini, barang dan jasa di luar kategori barang mewah dikenakan tarif efektif PPN sebesar 11 persen. Tariff ini diukur berdasarkan nilai lainnya yang dihitung melalui mekanisme dasar pengenaan pajak (DPP), yang berupa 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. Sebagai contoh, untuk pembelian barang dengan nilai Rp50 juta, nilai lain dihitung menjadi (11/12) x Rp50 juta = Rp45,83 juta. Tarif PPN 12 persen kemudian diterapkan pada nilai lain tersebut, sehingga PPN yang harus dibayar adalah 12 persen x Rp45,83 juta, setara dengan Rp5,5 juta.
PMK 131/2024, yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 31 Desember 2024, mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025. Selama periode transisi dari 1 hingga 31 Januari 2025, tarif PPN untuk barang mewah akan tetap menggunakan DPP nilai lain, sehingga tarif efektifnya masih 11 persen. Namun, mulai 1 Februari 2025, tarif PPN 12 persen akan diterapkan sepenuhnya pada harga jual atau nilai impor barang-barang mewah.
Selain kendaraan bermotor, barang mewah lainnya yang akan dikenakan tarif PPN 12 persen meliputi hunian mewah, seperti rumah dan apartemen dengan harga jual minimal Rp30 miliar, balon udara, pesawat tanpa sistem tenaga penggerak, peluru senjata api, senjata artileri, kapal pesiar mewah, serta yacht. Namun, barang-barang ini dikecualikan dari pajak jika digunakan untuk keperluan negara atau angkutan umum.
Pemerintah juga memastikan bahwa bahan pokok seperti beras, jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-mayur, dan produk-produk dasar lainnya tetap bebas dari pengenaan PPN. Jasa yang diberikan keringanan dari PPN meliputi tiket kereta api, jasa angkutan umum, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan jasa keuangan.
Kebijakan ini sempat menuai pro dan kontra di masyarakat, dengan sebagian pihak menyatakan kekhawatiran terhadap dampaknya terhadap daya beli masyarakat. Namun, pemerintah menekankan bahwa langkah ini diambil untuk menciptakan keadilan pajak dengan memberikan beban lebih pada barang-barang mewah sekaligus tetap melindungi kebutuhan dasar masyarakat.